Senin, 05 Januari 2009

BRUTALISME

“ BRUTALISME ”

Oleh : Reza Amarta Prayoga

Tindakan brutalisme manusia memang telah diambang batas dari rasa kemanusiaannya, memang telah lama sekali tindakan brutalisem itu ada. Brutalisme itu ada karena keinginan manusia yang tidak pernah puas akan apa yang dimiliki, kalau seorang manusia itu tidak mendapatkan apa yang dia inginkan maka ia akan melakukan apapun untuk mendapatkan itu semua. Definisi brutalisme itu sendiri adalah tindakan manusia yang diambang kewajaran dari manusia itu sendiri, atau tindakan yang memperlihatkan manusia tidak menggunakan akal sehatnya sebagai manusia, terusnya manusia itu tampak lebih kebinatangan. Kebinatangan manusia muncul karena umumnya manusia tidak pernah merasa puas akan apa yang ia dapatkan, ditambah lagi jika pengamatan sehari-hari muncul karena ego manusia itu sendiri. Tapi tidak semua manusia di dunia ini yang brutalisme datang dari dirinya manusia yang paling dalam yaitu jiwa perikemanusiaannya.

Menurut saya itu datang karena internalisasi dalam diri individu itu sendiri, pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu peristiwa obyektif sebagai pengungkapan suatu makna; artinya sebagai suatu manifestasi dari proses-proses subyektif orang lain yang dengan demikian menjadi bermakna secara subyektif bagi dirinya sendiri. Factor lingkungan sekitar menentukan semua tindakan kita, kita mendapatkan cara bertingkah laku melalui sosialisasi kita dilingkungan tempat dimana kita hidup. Hampir semua tindakan kita merupakan cerminan dari tingkah laku lingkungan sekitar kita, jadi tidak salah bila orang menjadi brutal, mungkin hipotesa yang masuk karena internalisasi dari proses sosialisasi yang salah dari individu itu sendiri. Realnya keadaan lingkungan dimana kita hidup tidak lepas dari pengaruh tingkah laku orang-orang sekitar yang menentukan arah dari prilaku kita kedepannya.

Dalam kehidupan sehari-hari yang demikian, kita dapat belajar bagaimana kita menafsirkan atau menginternalisir pengaruh dari lingkungan sekitar untuk jadi dalam diri kita sendiri. Bentuk brutalisme tidak hanya dalam bentuk kekerasan secara fisik tetapi ada yang melalui brutalisme yang dapat menekan batin, misalnya kata-kata seorang teman yang menyindir kepada individu, secara tidak langsung dapat menyakiti batin seseorang itu.

Tindakan para penegak hukum, kadang dalam ambang diluar batas kewajaran dari peran serta statusnya sebagai aparatur pelayan kepentingan publik. Tak terelak dari kasat mata betapa banyak informasi yang didapat, para penegak hukum atau para pelayan public melakukan tindakan brutalisme dalam menyelesaikan permasalahan atau mendapatkan yang diinginkannya. Kerusuhan-kerusuhan yang terjadi banyak di daerah akhir-akhir ini banyak menyudutkan pihak pengaman yang melakukan tindakan semena-mena terhadap para pencari keadilan, kadang cara brutalisme merupakan langkah terbaik dalam menyelesaikan masalah. Polisi yang tidak senang melihat para mahasiswa yang meminta keadilan dan tanggung jawab dari pemerintah mengenai akan dikomersialisasikannya pendidikan di tanah air ini. Para mahasiswa yang tidak menerima akan UU BHP itu menolak karena secara tidak langsung telah meninggalkan tanggung jawab pemerintah dalam pendidikan, dalam kejadian itu tidak banyak dari pihak mahasiswa yang terluka karena menuntut keadilan akibat dari tindakan brutalisme para polisi. Mungkin nilai-nilai dari pancasila tidak lagi menjadi pedoman dalam menjalani sendi-sendi kehidupan ini.

Lunturnya nilai-nilai pancasila dalam diri orang Indonesia, salah satu penyebab yang sah dalam menyelesaikan masalah dengan brutal. Salah satu pikiran konservatif tindakan brutalisme yang tidak berdasarkan akal sehat dan malah berdasarkan dari emosi manusia itu sendiri, tindakan brutalisme itu telah menjalar sejak turun-menurun ironinya tradisi demikian terus dibudayakan. Tidak habis pikir, mereka yang tahu perbuatan mereka itu sangat melenceng dari tindakan kemanusiaan yang katanya untuk mendidik para obyek yang dibrutalisme malahan menghasilkan dendam dari para penderita brutalisme untuk cenderung mengulang tindakan yang sama dengan yang dialami oleh mereka. Sayangnya para manusia yang melakukan tindakan itu tidak pernah tahu bahwa tindakannya kelak akan merusak para mental dan khususnya jika mereka menjadi pemimpin, tindakan mereka yang dididik dengan cara brutalisme akan memproyeksikan cara mereka memimpin dengan emosi tidak melalui proses pemikiran akal sehat, tidak salah maka kehancuran dan degradasi pembangunan bangsa tidak lepas dari kepemimpinan para pemimpin yang dengan senang hati output dari kebijakan itu dibumbui dengan emosi tidak dengan akal, maka tidak salah kebrutalismean para elit panggung politik sangat menyakitkan dan pedih dirasakan oleh para sasaran kebijakan atau rakyat biasa, tak pelak itu juga merupakan brutalisme yang intelek.

Banyak kita lihat dalam media massa, para “pembela suara rakyat” di lingkungan legislatif kata mereka, cenderung tidak puas dan tidak menerima perbedaan dari kebijakan yang dibuat malah melakukan tindakan brutal dengan baku hantam dihadapan jutaan pengharap seluruh negeri yang melihat kemalangan para wakil rakyat yang tak dapat mengeluarkan kebijakan melalui akal sehat dan kepala dingin. Tak heran bahwa masyarakat luas pun juga melakukan demikian halnya, benar kata Marx untuk melakukan Revolusi dibutuhkan konflik agar semua tindakan yang diharapkan akan terwujud. Dalam menggulingkan pemerintahan ORBA seluruh lapisan masyarakat dari sabang sampai merauke meneriakkan untuk melakukan reformasi melalui revolusi berdarah, tak halnya dalam memperjuangkan reformasi darah pun mejadi tumbalnya. Catatan kelam yang demikian masih saja terjadi disaat reformasi berjalan dengan proses demokrasi yang sepenuhnya nasib bangsa ditangan rakyat, tindakan brutalisme mungkin telah menjadi budaya dan mengakar ke bangsa ini, reformasi disaat 1998 itu bentuk kebrutalismean pemerintah kepada rakyatnya untuk tetap dalam ketiranian ORBA.

Contoh lain yang lebih real adalah penyebab terjadinya tindakan brutal dikalangan mahasiswa karena penyalahgunaan makna dalam meninternalisasi diri ke dalam system social, artinya dalam diri seorang individu itu ada sebuah kesadaran yang mengetahui bahwa tindakan brutalisme yang dilakukannya itu salah, tetapi kesadaran yang demikian itu terikat pada suatu skemata dominasi, yang maksudnya mungkin senior yang melakukan tindakan perpoloncoan terhadap juniornya itu dikarenakan oleh adanya dominasi dari senior-senior yang terdahulu sehingga tindakan brutalisme dalam ospek menjadi tradisi yang terus ada.

Realitas social yang demikian merupakan wujud dari kurangnya kesadaran para manusia Indonesia akan nilai-nilai dari pancasila dan UUD 1945, nilai dalam pancasila itu kurang dimengerti dan dipahami sehingga sah-sah saja tindakan brutalisme yang cenderung dekat dengan premanisme ini menjadi sebuah momok yang menakutkan serta tidak kunjung habisnya.

Fenomena lain yang terjadi di dunia adalah Kebiadaban yang baru terjadi saat ini, tanggal 29 desember 2008 adalah tindakan brutalisme dari para tentara Israel yang terkutuk dan biadab, tidak ada rasa kemanusiaannya serta tidak menghiraukan bahwa tindakan yang dilakukannya itu telah melanggar HAM, warga Palestina khususnya warga sipil yang tidak berdosa dibantai dan seperti holocaust, yang mana tindakan dari Israel dengan dalih untuk menekan pergerakan dari gerakan Hamas di Palestina. Banyak jiwa-jiwa manusia tidak berdosa melayang, keji serta brutalisme yang tiada henti dilakukan oleh Israel. Ambisi untuk menghancurkan bangsa Palestina adalah tindakan biadab, tidak berprikemanusiaan dan brutal. Tindakan ini tidak saja mendapat kecaman dari banyak Negara di belahan dunia tetapi mendapat laknat dari seluruh masyarakat dunia atas tindakan brutalisme para militer Israel. Dewan keamanan dunia atau PBB tidak dapat bergerak serta memberikan respon atas tindakan Israel yang biadab itu, karena PBB hanya sebagai BONEKA DARI USA DAN ISRAEL, dunia kini diselimuti kegelapan dalam penerangan tindakan brutalisme dan kebiadaban ISRAEL.

Tindakan brutalisme yang demikian itu, merupakan kehilangan rasa kemanusiaan dari manusia Israel itu. Jatuhnya korban yang tidak berdosa, tidak menyulutkan nyali Israel untuk mengencarkan serangan-serangan membunuh warga sipil yang tidak berdosa di Palestina. Pandangan secara general dari manusia yang hidup di dunia ini dalam keadaan berakal sehat serta mempunyai nurani kemanusiaan, akan berpikir tindakan Israel itu adalah pelanggaran HAM berat, dan harus ditindak agar tidak banyak lagi korban yang tidak berdosa berjatuhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar